belajar

CIRI ANAK TERLAMBAT BICARA

Apakah Anda khawatir si kecil mengalami keterlambatan bahasa dan bicara ? 
Tanyakan pada diri Anda sendiri beberapa hal di bawah ini

  • Apakah dia mulai menggunakan kata tunggal sebelum 14 bulan?
  • Apakah dia bisa mengombinasikan dua kata ketika usianya hampir 2 tahun dan tidak meniru suara yang dia dengar?
  • Apakah dia terlihat mengerti apa yang Anda katakan?
  • Apakah kosa katanya bertambah dengan stabil?
  • Apakah dia menggunakan bahasa tubuh untuk berkomunikasi?
  • Apakah dia sudah mencapai tahap perkembangan lainnya, seperti berjalan?
  • Jika jawaban dari semua pertanyaan di atas adalah yaberarti dia hanya agak lama sedikit dari lainnya.

Bila kebanyakan jawabannya adalah tidak, konsultasikan pada dokter anak atau ahli terapi bicara.
Cek beberapa cara sederhana berikut untuk merangsang si kecil berbicara.

Perhatikan tangannya

Anak-anak usia batita lebih bisa mengerti kata-kata dibanding ketika mereka sendiri mengucapkannya. Untuk usia sekitar setahun menggunakan bahasa tubuh bisa membantu. Saat si kecil melambai pada Anda tanggapi dengan “da-dah!” atau ketika ia menunjuk sesuatu, tanyakan  “kamu mau cangkirnya?” Bisa juga Anda mengajak bermain dengan bahasa tubuh, seperti Pat –a-cake, atau membuat gerakan dengan tangan saat Anda menyanyikan “Balonku” untuk membantunya menghubungkan kata-kata dengan aksi.
Bicarakan dengan benar

Orangtua sering kali melakukan kesalahan dengan terburu-buru membalik halaman buku karena mereka lelah dan mencoba menidurkan anak. Daipada seperti itu, sebaiknya bacakan si kecil buku sepanjang hari ketika Anda tidak sedang terburu-buru. Ceritakan apa yang sedang dilihat pada halaman buku, “Nak, coba lihat anak lelaki ini. Dia kelihatan senang atau sedih?” Bahkan menanyakan suara binatang di dalam buku tersebut akan melatih kemampuan bicaranya.

Penggabungan kata

Pada usia sekitar 18 bulan, batita mulai menggunakan paduan dua kata untuk berkomunikasi. Biasanya mereka akan menyatukan aksi ditambah dengan obyek tertentu seperti ‘minum jus’, atau ‘baca buku’. Ajari si kecil menyatukan kata-kata dengan menambahkan satu atau dua kata misalnya jika dia mengatakan “bola”, Anda bisa menambahkan “bola besar” atau “lempar bolanya”.

Ubah Nada Suara

Batita akan mulai menambahkan perubahan nada pada suara mereka untuk bertanya, misalnya ‘keluar’. Mereka juga akan belajar bahwa Anda berbicara lebih pelan ketika berada di dalam rumah dan bicara lebih keras ketika di luar rumah. Bermainlah dengan suara-suara lucu, misalnya suara raungan beruang yang keras atau suara tikus mecicit. Jika si kecil bisa meniru dan berlatih berbagai macam jenis dan nada suara yang berbeda.

Bermain Kata

Beberapa mainan berikut akan membantu si kecil mengekspresikan dirinya.

  • Boneka tangan. Bermain pura-pura atau mengarang suatu situasi dengan boneka tangan berawarna-warni akan merangsang percakapan interaktif antara Anda dan si kecil.
  • Telepon mainan. Si kecil pasti kurang sering melihat Anda mengobrol di telepon. Biarkan dia melakukan juga dengan memberikannya telepon mainan, lalu teleponlah dia.
  • Mainan balok. Penemuan terbaru menemukan bahwa bermain dengan mainan balok akan meningkatkan kemampuan bahasa. Tunjukkan pada si kecil huruf, angka, dan obyek yang beragam
  • Begitu si kecil sudah bisa mencoret-coret di atas kertas, berikan komentar terhadap apa yang Anda lihat dan tanyakan padanya apa yang digambarnya

Sumber:

http://mainankayu.com/29/artikel-terbaru/Sep2014/ciri-anak-terlambat-bicara-.html#.VAOwVvl_uSo

KARAKTERISTIK ANAK USIA DINI

Anak usia dini dalam beragam usia merupakan pribadi unik yang mampu menarik perhatian orang dewasa. Bahkan tingkah polah mereka mampu membuat para orang tua terhibur karenanya. Dalam kehidupan sehari-hari berbagai tingkat usia anak dapat kita amati. Ada yang baru lahir, ada yang batita (Toodler), ada balita, sampai dengan yang berusia sekolah dasar.

Lalu apa sih anak usia dini itu? Dan bagaimana pula karakteristiknya?
Anak usia dini menurut NAEYC (National Association for The Education of Young Children) adalah anak yang berada pada rentang usia 0 – 8 tahun, yang tercakup dalam program pendidikan di Taman Penitipan Anak, penitipan anak pada keluarga, pendidikan prasekolah baik itu swasta ataupun negeri, TK, dan SD.

Untuk karakteristik anak usia dini bisa dilihat d bawah ini :

1. Memiliki rasa ingin tahu yang besar.
Anak usia dini sangat ingin tahu tentang dunia sekitarnya. Pada masa bayi rasa inign tahu ini ditunjukkan dengan meraih benda yang ada dalam jangkauannya kemudian memasukkannya ke mulutnya. Pada usia 3-4 tahun anak sering membongkar pasang segala sesuatu untuk memenuhi rasa ingin tahunya. Anak juga mula gemar bertanya meski dalam bahasa yang masih sangat sederhana.

2. Merupakan pribadi yang unik.
Meskipun banyak kesamaan dalam pola umum perkembangan anak usia dini, setiap anak memiliki kekhasan tersendiri dalam hal bakat, minat, gaya belajar, dan sebagainya. Keunikan ini berasal dari faktor genetis dan juga lingkungan. Untuk itu pendidik perlu menerapkan pendekatan individual dalam menangani anak usia dini.

3. Suka berfantasi dan berimajinasi.
Fantasi adalah kemampuan membentuk tanggapan baru dengan pertolongan tanggapan yang sudah ada. Imajinasi adalah kemampuan anak untuk menciptakan obyek atau kejadian tanpa didukung data yang nyata (Siti Aisyah, 2008).
Anak usia dini sangat suka membayangkan dan mengembangkan berbagai hal jauh melampaui kondisi nyata. Bahkan terkadang mereka dapat menciptakan adanya teman imajiner. Teman imajiner itu bisa berupa orang, benda, atau pun hewan.

4. Masa paling potensial untuk belajar.
Masa itu sering juga disebut sebagai “golden age” atau usia emas. Karena pada rentang usia itu anak mengalami pertumbuhan dan perkembangan yang sangat pesat di berbagai aspek. Pendidik perlu memberikan berbagai stimulasi yang tepat agar masa peka ini tidak terlewatkan begitu saja. Tetapi mengisinya dengan hal-hal yang dapat mengoptimalkan tumbuh kembang anak.

5. Menunjukkan sikap egosentris.
Pada usia ini anak memandang segala sesuatu dari sudut pandangnya sendiri. Anak cenderung mengabaikan sudut pandang orang lain. Hal itu terlhat dari perilaku anak yang masih suka berebut mainan, menangis atau merengek sampai keinginannya terpenuhi.

6. Memiliki rentang daya konsentrasi yang pendek.
Anak usia dini memiliki rentang perhatian yang sangat pendek. Pehatian anak akan mudah teralih pada hal lain terutama yang menarik perhatiannya. Sebagai pendidik dalam menyampaikan pembelajaran hendaknya memperhatikan hal ini.

7. Sebagai bagian dari makhluk sosial.
Anak usia dini mulai suka bergaul dan bermain dengan teman sebayanya. Ia mulai belajar berbagi, mau menunggu giliran, dan mengalah terhadap temannya. Melalui interaksi sosial ini anak membentuk konsep dirinya. Ia mulai belajar bagaimana caranya agar ia bisa diterima lingkungan sekitarnya. Dalam hal ini anak mulai belajr untuk berperilaku sesuai tuntutan dari lingkungan sosialnya karena ia mulai merasa membutuhkan orang lain dalam kehidupannya.

Selain karakteristik yang unik tersebut perlu ada perhatian pada titik kritis perkembangan yang perlu diperhatikan pada anak usia dini. Titik kritis tersebut meliputi :
1. Membutuhkan rasa aman, istirahat dan makanan yang baik.
2. Datang ke dunia yang diprogram untuk meniru.
3. Membutuhkan latihan dan rutinitas.
4. Memiliki kebutuhan untuk banyak bertanya dan memperoleh jawaban.
5. Cara berpikir anak berbeda dengan orang dewasa.
6. Membutuhkan pengalaman langsung.
7. Trial and error menjadi hal pokok dalam belajar.
8. Bermain merupakan dunia masa kanak-kanak.

Sebagai pendidik usia dini dan juga sebagai orang tua kita perlu mengetahui karakteristik anak sehingga kita bisa mendukung perkembangan mereka secara optimal.

sumber:

https://www.facebook.com/permalink.php?story_fbid=179909915453261&id=155065184604401

Motivasi Belajar untuk Anak-Anak

Mendidik-Anak-Balita

Dalam membicarakan macam-macam motivasi belajar, disini hanya akan dibahas dari dua macam sudut pandang, yakni motivasi yang berasal dari dalam pribadi seseorang yang biasa disebut ”motivasi intrinsik” dan motivasi yang berasal dari luar diri seseorang yang biasa disebut ”motivasi ekstrinsik”.

a) Motivasi Intrinsik

Menurut Syaiful Bahri (2002:115) motivasi intrinsik yaitu motif-motif yang menjadi aktif atau berfungsinya tidak memerlukan rangsangan dari luar, karena dalam diri setiap individu sudah ada dorongan untuk melakukan sesuatu. Sejalan dengan pendapat diatas, dalam artikelnya Siti Sumarni (2005) menyebutkan bahwa motivasi intrinsik adalah motivasi yang muncul dari dalam diri seseorang. Sedangkan Sobry Sutikno (2007) mengartikan motivasi intrinsik sebagai motivasi yang timbul dari dalam diri individu sendiri tanpa ada paksaan dorongan orang lain, tetapi atas dasar kemauan sendiri. Dari beberapa pendapat tersebut, dapat disimpulkan, motivasi intrinsik adalah motivasi yang muncul dari dalam diri seseorang tanpa memerlukan rangsangan dari luar.

Contohnya : siswa yang belajar, karena memang dia ingin mendapatkan pengetahuan, nilai ataupun keterampilan agar dapat mengubah tingkah lakunya, bukan untuk tujuan yang lain. Intrinsic motivations are inherent in the learning situations and meet pupil-needs and purpose. Itulah sebabnya motivasi intrinsik dapat juga dikatakan sebagai bentuk motivasi yang di dalamnya aktivitas belajar dimulai dan diteruskan berdasarkan dorongan dari dalam diri dan secara mutlak terkait dengan aktivitas belajarnya.

b) Motivasi Ekstrinsik

Menurut A.M. Sardiman (2005:90) motivasi ekstrinsik adalah motif-motif yang aktif dan berfungsinya karena adanya perangsang dari luar. Sedangkan Rosjidan, et al (2001:51) menganggap motivasi ekstrinsik adalah motivasi yang tujuan-tujuannya terletak diluar pengetahuan, yakni tidak terkandung didalam perbuatan itu sendiri. Sobry Sutikno berpendapat bahwa motivasi ekstrinsik adalah motivasi yang timbul akibat pengaruh dari luar individu, apakah karena ajakan, suruhan atau paksaan dari orang lain sehingga dengan keadaan demikian seseorang mau melakukan sesuatu. Dari beberapa pendapat di atas, dapat disimpulkan, motivasi ekstrinsik adalah motivasi yang timbul dan berfungsi karena adanya pengaruh dari luar.

Misalnya, seseorang belajar karena tahu besok akan ada ulangan dengan harapan mendapatkan nilai yang baik, sehingga akan dipuji oleh guru, atau temannya atau bisa jadi, seseorang rajin belajar untuk memperoleh hadiah yang telah dijanjikan oleh orang tuanya. Jadi, tujuan belajar bukan untuk mendapatkan pengetahuan atau ilmu, tetapi ingin mendapatkan nilai baik, pujian ataupun hadiah dari orang lain. Ia belajar karena takut hukuman dari guru atau orang tua. Waktu belajar yang tidak jelas dan tergantung dengan lingkungan sekitar juga bisa menjadi contoh bahwa seseorang belajar karena adanya motivasi ekstrinsik.

sumber: https://id-id.facebook.com/pages/PSIKOLOGI-PERKEMBANGAN-ANAK/217659071599071

Otak Kiri vs Otak Kanan Balita

sayang-anak

“Ayo sayang, berikan mainan itu pada Nadya, kamu harus bergantian. Lihat, ia sudah mulai menangis. Kasihan, kan?” kata Laura, mama dari Larisa (1,5).

Itu memang kalimat yang bagus, Ma. Tapi, efektifkah bagi anak? Nyatanya, usai mengatakan hal itu dan hendak mengambil mainan tersebut dari tangan Larisa, bukannya menyerahkan dengan sukarela tangis Larisa justru membahana. Waduh!

Permintaan Anda sebetulnya tidak berlebihan, Ma. Tapi, otak batita Anda memang belum cukup matang untuk memahami penjelasan Anda. Pada saat yang sama ia juga belum mampu mengontrol letupan emosi yang sangat kuat. Tak heran kalau ia justru menangis keras ketika Anda memintanya untuk meminjamkan mainan pada temannya.

Sayangnya, orang tua sering tidak menyadari hal itu. Mereka tetap berusaha memberi pengertian panjang lebar pada anak dengan harapan agar anak bisa mengerti. Menurut Thomas Phelan, psikolog dan penulis 1-2-3 Magic, itu karena orang tua seringkali menganggap anak sebagai orang dewasa mini.

Mereka bicara pada anak seolah pada orang dewasa saja sehingga kalimat-kalimat menenangkan yang dipakai, meski tampak logis, hanya cocok digunakan untuk orang dewasa. Bisa dimengerti kalau hasilnya tidak seperti yang diharapkan.

Hal ini sebetulnya erat kaitannya dengan perkembangan otak kiri dan otak kanan anak. Meski sangat mirip, kedua belahan otak itu bertanggung jawab terhadap hal yang sangat berbeda.

Otak kiri mengurusi hal-hal yang bersifat detil dan membutuhkan pemikiran, seperti berhitung dan memecahkan masalah. Sementara otak kanan mengurusi hal-hal yang bersifat spontan, impulsif, dan emosional.

Pada anak yang sudah besar dan orang dewasa, kedua belahan otak ini sudah lebih seimbang. Pada anak usia ini, otak kananlah yang jauh lebih dominan. Akibatnya, ia sering bersikap emosional dan pengaruh otak kiri yang memintanya untuk tetap tenang dengan mudah terabaikan. Apalagi kalau ada sesuatu yang menjadi pemicu seperti soal mainan pada Larisa.

Jadi? Tenangkan ia bukan dengan tambahan kata-kata lagi, Ma. Berikan ia pelukan, dan alihkan pada hal lain yang akan membuat perhatiannya tak lagi tertuju pada apa yang telah membuatnya menangis. Bila rasa ingin tahunya terusik sedikit saja, dengan cepat ia akan lupa, kok, pada apa yang telah membuatnya menangis.

Sumber:

http://www.parenting.co.id/article/balita/otak.kiri.vs.otak.kanan.balita/001/003/252

Menstimulasi 8 Jenis Kecerdasan Anak

Menilai kecerdasan anak tidak bisa hanya berdasarkan skor standar semata, seperti tes IQ,  hal itu amatlah terbatas. Namun, perlu mengukur dari definisi kecerdasan yang berbeda. 

Dr. Howard Gardner, Profesor bidang pendidikan diHarvard University, Amerika Serikat mengemukakan, definisi kecerdasan yang berbeda untuk mengukur potensi manusia secara lebih luas, baik pada anak maupun orang dewasa. Ia membagi 8 jenis kecerdasan, dan dikenal sebagai Kecerdasan Majemuk (Multiple Intelligences). Dan kita semua punya 8 area kecerdasan itu dalam taraf berbeda.

Menurut Dr. Halit Hulusi, Senior Educational Psychologist di Birmingham Educational Psychology Service, Inggris, dengan delapan area kecerdasan ini, berarti beragam cara dapat dilakukan orangtua untuk mengembangkan kecerdasan anak-anaknya. Namun, tentu saja tidak setiap anak bisa menjadi brilyan di semua bidang, tetapi Anda dapat membantunya mengoptimalkan semua potensi di setiap area kecerdasannya.

1. Kecerdasan Linguistik (Word Smart). Kecerdasan yang melibatkan kemampuan berbahasa. Seorang anak dengan  kecerdasan linguistik menonjol umumnya senang mendengarkan cerita, senang bercerita, senang bermain peran, dan permainan yang berhubungan dengan kata-kata.
Stimulasi: Ajak anak main tebak-tebakan, misalnya tentang ciri-ciri binatang. “Ada binatang, suaranya guk guk, warna bulunya putih. Kamu sayang sekali padanya. Binatang apa itu, ya?”
Anak bisa menjadi penulis, wartawan, pengacara, penyiar radio, pembawa acara atau ahli di bidang pemasaran.
Coba! Duduk berhadapan dengan anak, lalu berceritalah tentang apa yang telah dilakukannya hari ini bergantian dengan Anda.

2. Kecerdasan Logika-Matematika (Number Smart). Kecerdasan yang melibatkan kemampuan menganalisis masalah secara logis, menemukan atau menciptakan rumus-rumus atau pola matematika, dan menyelidiki sesuatu secara ilmiah. Anak-anak dengan kecerdasan logika-matematika yang tinggi memperlihatkan minat besar pada kegiatan eksplorasi, cerewet bertanya tentang berbagai fenomena, dan menuntut penjelasan logis dari setiap pertanyaannya.
Stimulasi: Mulailah berhitung. Manfaatkan jari tangan, orang yang sedang berbaris, atau apa saja. Arahkan perhatian anak pada angka dan pola yang ada di sekitarnya. Gunakan manik-manik berwarna untuk membuat pola sederhana yang dapat ditiru anak. Misalnya, susun biru-merah-kuning-hijau, lalu biarkan anak melanjutkan dengan pola yang sama.
Anak bisa menjadi  ilmuwan, dokter atau ekonom.
Coba! Buat semacam gerai toko dengan memanfaatkan barang-barang  di rumah, termasuk mainannya. Ajak anak bermain peran sebagai pedagang dan pembeli.

3. Kecerdasan Visual-Spasial (Picture Smart). Kecerdasan yang melibatkan kepekaan mengobservasi dan kemampuan  berpikir dalam gambar. Kecerdasan ini memungkinkan anak membayangkan bentuk-bentuk geometri atau tiga dimensi dengan lebih mudah. Biasanya, anak menyukai kegiatan bermain puzzle, menggambar, bermain balok, mencari jalan paling tepat, serta menghabiskan waktu luang untuk melamun.
Stimulasi: Biarkan anak bereksplorasi saat ia menggambar. Gunakan kapur, plastisin, cat air atau krayon dengan berbagai alat bantu seperti sikat, gunting, tangan dan kaki, bahkan sayuran untuk menggambar atau mencetak gambar. Ajak anak berdiskusi tentang hasil karyanya, termasuk tekstur, warna dan ukurannya.
Anak bisa menjadi arsitek, seniman, ahli mesin, animator, desain komputer grafis, atau fotografer.
Coba! Ajak anak memilih sebuah gambar, misalnya dari majalah lama, Gunting secara acak, lalu minta dia menyusunnya sehingga menjadi gambar yang utuh kembali.

4. Kecerdasan Musikal (Music Smart). Kecerdasan yang melibatkan kemampuan berpikir atau mencerna musik,  menggunakan musik sebagai sarana berkomunikasi, menginterpretasikan bentuk dan ide musikal, serta menciptakan pertunjukan dan komposisi yang ekspresif. Anak yang memiliki kecerdasan ini sensitif terhadap suara, struktur musik dan ritme. Ia kemungkinan bagus saat menyanyi atau memainkan instrumen musik.
Stimulasi: Bangkitkan minat anak untuk mengenali dan merespon aneka suara yang dia dengar sehari-hari, misalnya suara bel pintu atau suara telepon. Anda juga bisa memperdengarkan suatu irama tepuk tangan, lalu lihat apakah anak dapat mengulang irama tepukan Anda tadi? Atau, dia berminat membuat irama tepuk tangan untuk Anda tiru.
Anak bisa menjadi  komposer, penata musik, musisi, atau guru musik.
Coba! Buat alat musik sederhana dengan benda-benda yang ada di rumah. Misalnya ember plastik dan sendok kayu sebagai drum dan alat pemukulnya. Kurang menantang? Buat seperangkat alat musik dan mainkan bagai sebuah orkes simfoni.

Sumber: http://www.ayahbunda.co.id/

Melatih Konsentrasi Anak

25-TIPS-CARA-MENDIDIK-ANAK-BAGI-ORANG-TUAKemampuan anak berkonsentrasi,  mengingat  dan kemudian memecahkan masalah, sangat tergantung  pada tahapan usia dan bagaimana menstimulasinya agar berkembang maksimal.

Usia 1-2 tahun. Anak sudah mengarahkan daya pikirnya terhadap suatu benda. Namun kemampuannya berkonsentrasi masih tergantung pada daya tariknya. Misal, ia sudah mengingat benda  kesukaannya yang sering  ia bawa seperti boneka. Juga mengingat wajah orang yang sehari-hari ditemuinya. Kemampuan konsentrasinya  berkisar 1-3 menit. Ini  berkaitan dengan kemampuan fungsi indra, otak dan fungsi  lain yang masih dalam masa perkembangan. Keingintahuan yang besar mendorongnya banyak gerak, eksplorasi, mencoba berbagai hal yang menyebabkannya sulit fokus pada suatu hal, dalam rentang waktu yang lama. Stimulasi dengan:

  • Perrmainan  yang menantang sekaligus menuntut konsentrasi seperti puzzle,  yang memiliki sedikit kepingan.
  • Permainan   memasukkan   benda berbentuk angka atau  huruf  ke dalam wadah,  yang memiliki lubang sesuai dengan bentuknya.
  • Memindahkan bola dari satu keranjang ke keranjang lain, meronce manik-manik besar dan menyusun balok-balok berukuran besar.
  • Malakukan  kontak mata dan ajak ia bicara, jika Anda masih memberinya ASI.
  • Melihat  gambar dan menjelaskan warna dan bentuk apa saja yang terdapat pada gambar dan lakukan berulang-ulang.
  • Mengajak bicara secara fokus dan tuntas agar anak memahami dan memberi respon. Misalnya, “Ini mobil berwarna merah. Ini mobil berwarna biru. Kamu pilih yang mana?”
  • Membunyikan mainan secara sembunyi hingga menarik perhatiannya. Ini akan membuatnya berusaha menemukan sumber bunyi.
  • Membuat halang-rintang dengan menumpuk bantal yang dijejerkan.  Ini akan menstimulasi anak menyingkirkan bantal agar ia bisa lewat.

Usia 2-3 tahun. Kemampuan konsentrasi dan memorinya makin meningkat. Ditandai
kemampuannya menyebut kembali kata yang terdapat pada satu atau dua lagu yang didengarnya. Kemampuan konsentrasinya  berkisar 3-5 menit. Di usia ini  anak sedang hobi ‘mendua’, meninggalkan aktivitas yang tengah dikerjakan,  saat ada aktivitas lain yang menarik perhatiannya. Stimulai dengan:

  • Menyelesaikan tugas ataupermainan dengan cara  menyusun puzzle hingga selesai.
  • Ngobrol berdua dan minta ia mendengarkan. Anak akan terdorong berkonsentrasi jika mengobrol dilakukan secara dua arah. Suasana seperti itu akan memacunya untuk bertanya dan berkomentar.
  • Ajak menirukan gerakan yang Anda lakukan. Itu akan membisakan anak
  • Mainan yang konstruktif seperti puzzle dan balok susun.
  • Beri  kesempatan anak untuk belajar mengenakan sepatu atau sandal sendiri.

Usia 3-4 tahun. Konsentrasi dan memori anak makin baik. Ia sudah bisa mengingat dan mengulang sedikitnya 3 benda terakhir yang berurutan disebutkan. Kemampuan konsentrasinya berkisar 5-10 menit.  Kegiatan fisik sangat diperlukan untuk mengembangkan kemampuan sensori – motorik sebagai salah satu cara bagi mereka untuk mengeksplorisasi lingkungan. Stimulasi dengan:

  • Melatihnya berenang,karena dapat menstimulasi indera-indera sensoris, konsentrasi serta stimulasi otak kanan dan kiri.
  • Minta anak  menceritakan kembali film yang sudah ditonton atau buku yang sudah dibacakan.
  • Tantang untuk melakukan lebih dari satu perintah dalam waktu bersamaan. Jangan memarahinya, jika tak berhasil melakukannya. Jika ia berhasil, beri ia hadiah pujian, pelukan dan ciuman.
  • Melatih memasang atau menyopot sendiri kancing baju.
  • Membongkar  mainan seperti robot atau rumah boneka dan minta untuk menyusunnya kembali.  Biarkan ia melakukan sendiri. (me)

dikutip dari: http://www.ayahbunda.co.id 

PILIH MAINAN EDUKATIF AGAR SI KECIL TEKUN

puzzle2Disebut mainan edukatif karena dapat merangsang daya pikir anak. Termasuk di antaranya meningkatkan kemampuan berkonsentrasi dan memecahkan masalah. Tapi ngomong-ngomong, bagaimana membedakan mainan jenis ini dari mainan lainnya? Simaklah jawaban-jawaban tentang mainan edukatif di bawah ini,


APA YANG MASUK KATEGORI MAINAN EDUKATIF?

* Diperuntukkan bagi anak balita

Yakni mainan yang memang sengaja dibuat untuk merangsang berbagai kemampuan dasar pada balita.

* Multifungsi

Dari satu mainan bisa didapat berbagai variasi mainan sehingga stimulasi yang didapat anak juga lebih beragam.

* Melatih problem solving

Dalam memainkannya anak diminta untuk melakukan problem solving. Dalam permainan pasel misalnya, anak diminta untuk menyusun potongan-potongannya menjadi utuh.

* Melatih konsep-konsep dasar

Lewat permainan ini, anak dilatih untuk mengembangkan kemampuan dasarnya seperti mengenal bentuk, warna, besaran, juga melatih motorik halus.

* Melatih ketelitian dan ketekunan

Dengan mainan edukatif, anak tak hanya sekadar menikmati tetapi juga dituntut untuk teliti dan tekun ketika mengerjakannya.

* Merangsang kreativitas

Permainan ini mengajak anak untuk selalu kreatif lewat berbagai variasi mainan yang dilakukan. Bila sejak kecil anak terbiasa untuk menghasilkan karya, lewat permainan rancang bangun misalnya, kelak dia akan lebih berinovasi untuk menciptakan suatu karya, tidak hanya mengekor saja.

APA SAJA MANFAATNYA?

* Melatih kemampuan motorik

Stimulasi untuk motorik halus diperoleh saat anak menjumput mainannya, meraba, memegang dengan kelima jarinya, dan sebagainya. Sedangkan rangsangan motorik kasar didapat anak saat menggerak-gerakkan mainannya, melempar, mengangkat, dan sebagainya.

* Melatih konsentrasi

Mainan edukatif dirancang untuk menggali kemampuan anak, termasuk kemampuannya dalam berkonsentrasi. Saat menyusun pasel, katakanlah, anak dituntut untuk fokus pada gambar atau bentuk yang ada di depannya — ia tidak berlari-larian atau melakukan aktivitas fisik lain sehingga konsentrasinya bisa lebih tergali. Tanpa konsentrasi, bisa jadi hasilnya tidak memuaskan.

* Mengenalkan konsep sebab akibat

Contohnya, dengan memasukkan benda kecil ke dalam benda yang besar anak akan memahami bahwa benda yang lebih kecil bisa dimuat dalam benda yang lebih besar. Sedangkan benda yang lebih besar tidak bisa masuk ke dalam benda yang lebih kecil. Ini adalah pemahaman konsep sebab akibat yang sangat mendasar.

* Melatih bahasa dan wawasan

Permainan edukatif sangat baik bila dibarengi dengan penuturan cerita. Hal ini akan memberikan manfaat tambahan buat anak, yakni meningkatkan kemampuan berbahasa juga keluasan wawasannya.

* Mengenalkan warna dan bentuk

Dari mainan edukatif, anak dapat mengenal ragam/variasi bentuk dan warna. Ada benda berbentuk kotak, segiempat, bulat dengan berbagai warna; biru, merah, hijau, dan lainnya.

KAPAN ANAK DIAJAK MELAKUKAN PERMAINAN EDUKATIF?

Meski memiliki manfaat melimpah, bukan berarti anak bisa dijejali dengan mainan edukatif terus-menerus. Mainan edukatif hanya salah satu faktor pendukung perkembangan otak anak agar lebih maksimal. Jadi tak perlu memaksa atau memorsir anak untuk melakukan permainan edukatif setiap saat.

Selain mainan edukatif, anak juga perlu dikenalkan dengan mainan pada umumnya, seperti boneka, mobil-mobilan, dan mainan-mainan yang tidak untuk dibongkar pasang lainnya. Walau tidak termasuk mainan edukatif, tapi mainan-mainan seperti itu tetap dapat menyumbangkan manfaat edukasi pada si kecil. Dengan konsep multiple intelligence edukasi bisa mencakup berbagai hal. Tidak selalu mengarah pada konsep-konsep dasar.

Misalnya begini, saat si kecil asyik bermain boneka, sebenarnya ia dilatih untuk melakukan interaksi dengan orang lain melalui boneka tersebut. Bagaimana dia harus “memperlakukan” si boneka dengan kasih sayang; disuapi, ditimang, disusui, dan tidak dibanting atau dinjak-injak. Motorik halus dan kasar si kecil juga tetap dapat terstimulasi secara tak langsung saat ia memakaikan baju pada bonekanya. Anak juga dapat mengenal warna serta peran sosial sebagai ibu, kakak, dan sebagainya.

KAPAN MAINAN EDUKATIF MULAI DIKENALKAN?

Tentu sedini mungkin. Sejak usia batita, sodori anak dengan berbagai jenis permainan baik dengan mainan edukatif ataupun bukan. Sekadar mengingatkan saja, perkembangan otak anak di usia ini masuk dalam fase emas (the golden age) atau otak si kecil sedang mengalami perkembangan yang sangat pesat. Karena itulah, stimulasi amat diperlukan. Semakin banyak stimulasi maka koneksi antarsarafnya semakin banyak terhubung.

Anak yang sudah akrab dengan mainan edukatif sejak dini, perkembangan kecerdasannya akan terlihat lebih maksimal. Ia lebih mampu berkonsentrasi, kreatif, serta tekun. Sementara yang tidak, biasanya akan lebih tertinggal dalam masalah intelektual. Anak-anak yang tidak diperkenalkan dengan mainan edukatif akan lebih sulit untuk belajar mengenai bentuk dan warna.

Mereka juga tidak terbiasa untuk duduk tenang serta tekun. Hal ini dapat membuat anak menjadi sulit diarahkan untuk berkonsentrasi menyelesaikan tugas-tugas yang diberikan nantinya. “Banyak kasus yang saya tangani, anak-anak yang sering bermain fisik dan terlalu sering menonton teve, di usia sekolahnya kurang bisa berkonsentrasi, kurang telaten, tidak tekun, dan mudah menyerah, karena mereka tidak terbiasa untuk duduk tenang dan tekun.”

BAGAIMANA MENGOPTIMALKAN MANFAATNYA?

Sebelum menyodorkan satu mainan edukatif pada si kecil, contohkan dahulu bagaimana cara memainkannya. Asal tahu saja, mainan edukatif berbeda dari mainan pada umumnya yang lebih mudah dipahami anak. Mobil-mobilan, contohnya, hanya tinggal digeser-geser, didorong atau ditarik, mungkin si kecil sudah bisa asyik memainkannya. Namun, pada mainan edukatif dibutuhkan cara tertentu untuk bisa mendapatkan asyiknya. Pasel misalnya harus disusun dan disesuaikan keping-kepingnya. Untuk itulah perlu ada arahan dari orang dewasa. Demikian pula dengan permainan palu yang kelihatannya simpel bagi orang dewasa tapi belum tentu bagi si kecil. Perlu penjelasan lebih dulu mengenai cara memalu untuk memasang “paku” dan mencopotnya kembali.

Beberapa anak mungkin saja dapat bermain tanpa perlu pengarahan terlebih dulu. Tapi jangan lupa, kemampuan setiap anak berbeda-beda. Ada yang cepat memahami kesalahannya dan cepat menganalisa, tetapi ada juga yang biasa-bisa saja, bahkan lambat. Bila si kecil termasuk lambat dan tidak mendapat pengarahan, maka bisa-bisa mainan edukatif tersebut hanya akan dibuangnya karena dianggap tidak menarik.

Satu hal penting, saat mengarahkan anak, jangan mengharuskan ia melakukan persis sama seperti yang sudah kita contohkan. Berikan kebebasan padanya untuk melakukan sesuai dengan keinginannya. Contoh, saat kita membangun rumah-rumahan dari mainan balok, biarkan ia membuat mobil-mobilan dari mainan yang sama.

CONTOH PERMAINAN UNTUK ANAK 1 TAHUN:

· Permainan memasukkan benda ke dalam wadah atau menumpuk benda (seperti gelas plastik air mineral), sangat cocok bagi anak satu tahunan.

· Setelah itu si kecil bisa ditawari mainan single puzzle, yaitu mainan yang pada penutupnya diberi lubang-lubang berbentuk geometris, seperti segitiga, segiempat dan lingkaran. Lalu si kecil diminta memasukkan benda-benda yang sesuai pada lubangnya. Namun, kita belum bisa menuntutnya untuk memasukkan setiap bentuk sampai selesai, melainkan harus satu per satu. Berikan ia bentuk segitiga dulu lalu arahkan tangannya untuk memasukkan ke lubang yang berbentuk sama dengan arah yang tepat, misalnya.

Ajak si kecil untuk melakukan tuang-menuang air dari wadah yang lebih kecil ke wadah yang lebih besar. Dengan begitu anak tahu bahwa air dari wadah yang lebih kecil bisa tertampung dalam wadah yang lebih besar. Permainan serupa dengan menunjukkan bahwa benda yang lebih kecil bisa masuk ke dalam wadah yang lebih besar juga bisa dilakukan.

CONTOH PERMAINAN UNTUK ANAK 2 TAHUN:

Pasel berbentuk rumah-rumahan, buah atau binatang dengan 2-3 pecahan. Untuk menyusun pasel tersebut tentu dibutuhkan keterampilan sehingga anak akan dirangsang untuk mengembangkan kemampuannya.

CONTOH PERMAINAN UNTUK ANAK 2,5-3 TAHUN:

· Bila sebelumnya pasel yang diberikan hanya terdiri atas beberapa keping saja, kini tingkatkan dengan pasel yang memiliki lebih banyak keping.

· Permainan rancang bangun juga sudah bisa diberikan untuk merangsang koordinasi motoriknya. Anak sudah bisa membuat susunan bangunan ke atas sambil mengimajinasikan bentuk apa yang sedang dibuatnya meskipun masih belum terbentuk jelas. Ketika anak mampu bermain rancang bangun, pujilah apa yang sudah dihasilkannya. Meskipun bentuknya hanya berupa susunan balok yang tidak beraturan, kita tetap harus memberikan apresiasi agar anak merasa dihargai. Hindari sikap mencemooh yang akan memerosotkan motivasinya dalam berkreasi.

APA YANG PERLU DIPERHATIKAN SAAT MEMBELI?

Membeli mainan edukatif memang perlu selektif. Kita harus menyesuaikan dengan usia anak dan kemampuan yang dimilikinya. Berikut panduannya:

MAINAN ANAK 1 TAHUN:

Di usia batita awal anak belum memiliki kemampuan motorik yang baik. Jadi kemampuan dasar inilah yang perlu dilatih. Namun permainan untuknya haruslah sederhana dan tidak terlalu menyita waktu. Selalu dampingi si kecil saat bermain.

MAINAN ANAK 2 TAHUN:

Derajat kesulitan mainan edukatif untuk anak usia dua tahun sudah harus lebih tinggi ketimbang anak satu tahun. Bila sebelumnya yang diberikan adalah single puzzle, maka di usia ini anak bisa diajak bermain pasel dengan bentuk yang lebih kompleks.

MAINAN ANAK 2,5 ­ 3 TAHUN:

Permainan edukatif yang kita berikan harus lebih tinggi lagi tingkat kerumitannya. Di usia ini anak perlu belajar mengorganisasi bagian-bagian yang terpisah menjadi satu kembali, anak juga dituntut untuk mulai belajar tekun menggunakan berbagai kemampuannya untuk menyelesaikan masalah.

APAKAH HARGA MAINAN EDUKATIF PASTI TERJANGKAU?

Tentu saja. Mainan edukatif tak mesti didapat dengan harga selangit. Kita bisa memanfaatkan benda-benda yang ada di sekeliling rumah sebagai sarana permainan edukatif. Misalnya, gelas plastik bisa digunakan si kecil untuk ditumpuk-tumpuk. Ini merupakan permainan yang mengasyikkan baginya. Gelas-gelas plastik tersebut juga bisa dimasukkan ke dalam wadah yang lebih besar, seperti dus bekas. Aktivitas mandi juga bisa dimanfaatkan sebagai permainan edukatif. Biarkan si kecil memasukkan air ke dalam ember dengan menggunakan ciduk. Semua itu akan melatih berbagai kemampuan dasar anak.

Penulis : DwiBudiUtami,S.Psi, Unit Terapi Sekolah Luar Biasa Negeri Sragen

sumber: http://www.slbn-sragen.sch.id

Kesulitan Belajar Pada Anak

PENGERTIAN MASALAH111
Karena masalah anak yang lamban belajar berbeda-beda, maka sulit untuk menetapkan secara akurat masalah mereka yang sebenarnya, bahkan juga belum ada data angka yang tepat dari hasil terapi bagi anak yang lamban belajar. Sebenarnya, masalah ini sangat menarik perhatian para ahli dari berbagai bidang, misalnya para pendidik, psikiater, ahli saraf, dokter anak, dokter spesialis mata dan telinga, juga ahli bahasa. Mereka setelah melihat masalah ini dari sudut pandang yang berbeda-beda, akhirnya secara umum dapat disimpulkan ada dua faktor penyebab anak mengalami kesulitan belajar, yaitu faktor penyakit dan faktor perilaku.
Dari sudut pandang kedokteran, kelambanan anak dalam belajar dianggap berhubungan erat dengan ketidaknormalan dalam otak. Oleh sebab itu, mereka menjelaskan adanya luka pada otak, kurang darah, dan ketidaknormalan dalam saraf sebagai unsur penyebab kelambanan belajar. Dari sudut pandang ahli psikologi, mereka berusaha menyelidiki masalah dari perilaku dan kejiwaan anak yang lamban. Mereka menjelaskan adanya gangguan dalam masalah kognitif, yaitu membaca, menghitung, dan berbahasa.

PERNYATAAN MASALAH
Departemen Pendidikan Amerika Serikat bagian anak cacat telah menjelaskan standar penentuan bagi anak yang lamban belajar dalam hal penyampaian secara lisan, pengertian secara lisan, penyampaian tertulis, teknik membaca, pengertian membaca, penghitungan matematika, serta kemampuan berpikir logis. Dengan angka IQ, dibedakanlah derajat kelambanan belajar. Bila tidak mencapai nilai standar normal, seorang anak akan dipandang mengalami kelambanan dalam belajar. Tes IQ sendiri telah digunakan secara luas sejak dulu. Meski akhir-akhir ini para ahli mulai meragukan apakah cara penilaian ini dapat dipercaya, namun pada umumnya tingkat kelambanan dalam belajar seorang anak sesuai dengan hasil tes IQ.
Dari sisi pelajaran dan pertumbuhan jasmani hambatan belajar dapat diselidiki.

  1. Segi pelajaran
    Dalam segi pelajaran, hambatan bagi anak dapat dilihat dari kemampuan membaca, menulis, dan berhitung. Pada umumnya bila terdapat perbedaan yang signifikan antara kemampuan belajar dengan hasil pelajaran, dapat disimpulkan anak tersebut mengalami kelambanan belajar.
  2. Segi pertumbuhan fisik
    Hal ini meliputi beberapa hal: berbicara, berpikir, mengingat, dan hambatan fungsi indra. Hambatan berbicara merupakan hambatan belajar yang sering terdapat pada tingkat anak prasekolah, dan umumnya mengakibatkan anak terlambat bicara. Sedangkan masalah hambatan dalam berpikir terlihat dari anak yang mengalami kesulitan dalam membentuk konsep, mengaitkan apa yang dipikirkan, dan memecahkan masalahnya. Seorang anak yang memiliki hambatan dalam mengingat akan kesulitan mengingat apa yang telah ia lihat dan ia dengar, padahal daya ingat merupakan syarat utama untuk belajar. Anak juga tidak mampu memusatkan pikiran pada sesuatu yang harus dipilihnya, ia hanya berlari terus ke sana ke mari, dan tidak memiliki konsentrasi belajar dalam jangka waktu yang lama. Sedangkan hambatan fungsi indra termasuk hambatan dalam penglihatan dan pendengaran.

 

PENYEBAB MASALAH

  1. Faktor keturunan
    Di Swedia, Hallgren (1950) melakukan penelitian dengan objek keluarga dan menemukan rata-rata anggota keluarga tersebut mengalami kesulitan dalam membaca, menulis, dan mengeja. Kesimpulannya, hal tersebut dipengaruhi oleh faktor keturunan. Ahli lainnya, Hermann (1959), mempelajari dan membandingkan anak-anak kembar yang berasal dari satu sel telur. Ia memperoleh kesimpulan bahwa anak kembar dari satu sel itu lebih mempunyai kesamaan dalam hal kesulitan membaca daripada anak kembar dari dua sel telur.
  2. Fungsi otak kurang normal
    Ada pendapat yang menyatakan bahwa anak yang lamban belajar mengalami masalah pada saraf otaknya. Pendapat ini telah menjadi perdebatan yang cukup sengit. Beberapa peneliti menganggap bahwa terdapat kesamaan ciri pada perilaku anak yang lamban belajar dengan anak yang abnormal. Hanya saja, anak yang lamban belajar memiliki adanya sedikit tanda cedera pada otak. Oleh sebab itu, para ahli tidak terlalu menganggap cedera otak sebagai penyebabnya, kecuali ahli saraf membuktikan masalah ini. Mereka menyebutnya sebagai “disfungsi otak” ketimbang “cedera otak”. Sebenarnya, sangatlah sulit untuk memastikan bahwa keadaan itu disebabkan oleh cedera otak.
  3. Masalah organisasi berpikir
    Anak yang lamban belajar akan mengalami kesulitan dalam menerima penjelasan tentang dunia luas. Mereka tidak mampu berpikir secara normal. Misalnya, anak yang sulit membaca akan sulit pula merasakan atau menyimpulkan apa yang dilihatnya. Para ahli berpendapat bahwa mereka perlu dilatih berulang-ulang, dengan tujuan meningkatkan daya belajarnya.
  4. Kekurangan gizi
    Berdasarkan penelitian terhadap anak dan binatang, ditarik suatu kesimpulan bahwa ada kaitan yang erat antara kelambanan belajar dengan kekurangan gizi. Walau pendapat tersebut tidak seluruhnya benar, tetapi banyak bukti menyatakan bila pada awal pertumbuhan seorang anak sangat kekurangan gizi, keadaan itu akan memengaruhi perkembangan saraf utamanya, dan tentunya membawa dampak yang kurang baik dalam proses belajar.
  5. Faktor lingkungan
    Pengaruh lingkungan, gangguan nalar, dan emosi, ketiganya mempunyai ciri khas yang sama, yaitu dapat mengakibatkan kesulitan belajar. Yang dimaksud dengan faktor lingkungan ialah hal-hal yang tidak menguntungkan yang dapat mengganggu perkembangan mental anak, misalnya keluarga, sekolah, masyarakat, dan lain-lain. Gangguan tersebut mungkin berupa kepedihan hati, tekanan keluarga, dan kesalahan dalam menangani anak. Meskipun faktor ini dapat memengaruhi, tetapi bukan merupakan satu-satunya faktor penyebab terjadinya hambatan. Yang pasti, faktor tersebut bisa mengganggu ingatan dan daya konsentrasinya. Dan dari pengalaman dapat dipetik pelajaran bahwa lingkungan yang tidak menguntungkan sedikit banyak bisa memengaruhi kecepatan belajar.

 

PENYELESAIAN MASALAH

  1. Pemeliharaan sejak dini
    Bila faktor lingkungan merupakan penyebab utama mundurnya daya ingat dalam berpikir, pencegahan awalnya mungkin dengan mengubah lingkungan masyarakat dan lingkungan belajarnya. Perawatan sejak dini juga akan bermanfaat untuk pencegahan. Dalam suatu penelitian, setiap anak tinggal di dalam kamar yang berbeda dan hidup bersama dengan orang dewasa. Mereka mendapat perawatan yang khusus serta cermat dari para perawat wanita yang berpendidikan rendah. Dari hasil tes IQ terlihat adanya kemajuan. Dari sini dapat disimpulkan perawatan dini dan pemeliharaan secara khusus dapat menolong mengurangi tingkat kelambanan belajar. Orang tua juga bisa merangsang ingatan anak dengan mainan edukatif yang banyak dijual di toko mainan sekitarnya, tak perlu mahal namun dapat bermanfaat untuk merangsang ingatan anak.
  2. Pengembangan secara keseluruhan
    Usahakan agar anak mau mengembangkan bakatnya sebagai upaya mengalihkan perhatiannya dari kelemahan pribadi yang telah membuat mereka kecewa dan apatis. Pengalaman dalam pelbagai hal akan membuat anak mengembangkan kemampuannya, dan pengalaman yang sukses akan membangun konsep harga diri yang sehat.
  3. Lembaga pendidikan khusus atau umum
    Suatu penelitian dilakukan untuk membuktikan apakah dalam upaya untuk menolong, anak yang lamban belajar sebaiknya bergabung dalam lembaga pendidikan khusus atau lembaga pendidikan umum. Hasilnya, tidak diperoleh suatu kepastian karena adanya perbedaan pendapat. Kesimpulannya, dari segi nalar tidak ditemukan adanya peningkatan ketika anak berada di lembaga pendidikan khusus. Hasil belajarnya pun tidak lebih baik dibandingkan dengan mereka yang bergabung di lembaga pendidikan umum. Dalam hal pergaulan, mereka yang ada di lembaga pendidikan umum mungkin mengalami perasaan seperti diasingkan oleh teman-temannya, tetapi di sana mereka dapat memiliki harga diri yang lebih tinggi daripada yang mengikuti pendidikan di lembaga khusus. Bagi anak yang lamban belajar, yang terpenting bukanlah di mana mereka disekolahkan, tetapi bagaimana mereka mendapatkan pengaturan lingkungan belajar yang ideal.
  4. Memberikan pelajaran tambahan
    Sekolah dapat mengatur atau menambah guru khusus untuk menolong kebutuhan belajar anak. Dapat juga dengan menyediakan program belajar melalui komputer. Dengan demikian, mereka dapat belajar tanpa tekanan dan memperoleh kemajuan yang sesuai dengan kemampuan diri sendiri. B.F. Skinner mengatakan bahwa penggunaan mesin mengajar akan sangat bermanfaat bagi mereka. Dewasa ini komputer telah menjadi alat pendidikan yang populer. Gereja atau sekolah dapat menggunakannya untuk mendidik anak yang lamban belajar.
  5. Latihan indra
    Kesulitan belajar bagi anak yang lamban berhubungan erat dengan intelektualitasnya. Jadi, penting juga untuk memberikan beberapa teknik latihan indra kepada mereka. anda bisa menggunakan mainan edukatif untuk merangsang indra anak.
  6. Prinsip belajar
    Semua usaha yang melatih anak untuk meningkatkan daya belajarnya, sebaiknya memerhatikan prinsip dan keterampilan belajar.
  7. Dukungan orang tua
    Dorongan dan bantuan orang tua erat hubungannya dengan hasil belajar anak yang lamban. Bila dalam mengulangi apa yang dipelajari di sekolah, orang tua bekerja sama dengan guru dalam memberikan metode dan pengarahan yang sama, tentu akan diperoleh hasil yang lebih baik. Bila memungkinkan, ibu boleh meminta izin untuk mengamati proses belajar mengajar di sekolah. Ikutilah seminar-seminar mengenai anak yang lamban belajar untuk menambah wawasan Anda.

 

di kutip dari : http://rohmatulummah19.blogspot.com